Imam
Gazali dalam Ihya `Ulumuddin mengatakan bahwa, hidup indah raih
kebahagiaan, setiap kali target
ditingkatkan maka jalannya menjadi sulit, kendalanya banyak dan dibutuhkan
waktu lebih lama, kullama zada al mathlub sho`uba masalikuhu wa katsura `aqabatuhu
wa thala zamanuhu. Jadi tingkat kesulitan berhubungan dengan tingkat target.
Jika orang ingin sekedar senang dalam hidup, maka ia dapat mencari kesenangan
instan, pergi ke tempat hiburan,
berfoya-foya dan berpesta pora. Tetapi jika seseorang ingin meraih
kebahagiaan, maka ia justeru harus siap menderita menghadapi kesulitan,
melupakan kesenangan jangka pendek. Manusia didesain oleh Allah dengan
sempurna. Manusia di satu sisi memang menyukai stabilitas dan kenyamanan hidup,
tetapi di sisi lain manusia juga menyukai kesulitan. Manusia tidak selalu lari
dari kesulitan, sebaliknya justeru menantang kesulitan. Jika dalam kehidupan
sehari-hari hidup selalu stabil dan nyaman tanpa menjumpai kesulitan, maka
dibuatlah stimulasi agar orang menaklukkan kesulitan buatan. Berlomba naik
tebing buatan (wall climbing), pembalap mobil mencari medan berlumpur, yang
berperahu mengikuti arum jeram, setiap agustusan orang ramai-ramai memanjat
pohon pinang yang dilumuri olie, yang sudah punya dua kaki justeru berlomba
lari dalam karung. Banyak sekali kesulitan yang sengaja dibuat untuk
ditaklukkan.
Kesulitan
juga harus dibedakan antara analisa dan perasaan, antara kesulitan teknis dan
merasa sulit. Ada hambatan yang menurut analisa teknis masuk kategori sangat
sulit dan berat, tetapi ada orang yang memandangnya ringan-ringan saja. Kenapa
? karena ia merasa tertantang untuk dapat menaklukkan kesulitan dan ia
menyadari bahwa kesulitan itu merupakan
proses mencapai kebahagiaan. Ia tidak merasa berat dan sulit ketika
menghadapi kesulitan karena ia selalu membayangkan buah kebahagiaan yang akan
dipetiknya, seperti seorang petani yang belepotan lumpur di sawah, ia tidak
merasa risih dengan lumpur karena ia membayangkan panennya nanti. Adapun
kebahagiaan biasanya merupakan buah dari ketabahan menghadapi kesulitan panjang
yang bersifat alamiah dalam kehidupan. Itulah maka hakikat kebahagiaan hidup
berumah tangga biasanya baru diperoleh setelah kakek nenek, yakni ketika
menyaksikan anak cucu sebagai generasi penerusnya hidup sukses dan terhormat.
Ditulis Oleh : Takerubun
