Menjadi seorang istri dan sekaligus
seorang ibu memang berat. Tak hanya waktu luang untuk diri sendiri yang harus dikikis sekian persen
demi kepentingan keluarga,
namun juga porsi pencerdasan diri
yang sepertinya lambat laun mengalami degradasi. Akibat sibuknya mengurus rumah tangga kah?
Begitu kira-kira yang
menjadi alasan sebagian wanita.
Saya menemui banyak teman wanita yang
sudah menikah, yang mengeluhkan hal- hal di atas. Mereka mengatakan bahwa banyak dari waktu
mereka tersita untuk
hanya mengurusi pernak-pernik rumah
tangga, dari mulai urusan dapur, cuci- mencuci, membereskan rumah, melayani suami, dan menjaga
anak hingga tertidur
sampai larut malam. Tenaga dan
pikiran sudah pasti terkuras. Dan ujungnya, pemaafan yang seringkali jadi senjata andalan untuk tidak
lagi rajin membaca buku,
perbanyak tilawah, dan melakukan
ibadah sunnah lainnya.
Padahal menjadi seorang ibu dan istri
membutuhkan kekuatan, tidak hanya dalam hal kekuatan fisik. Seorang ibu yang memiliki wawasan
yang luas, akan menjadi
'sekolah' abadi bagi anak-anaknya
kelak, dan kesalihahannya akan membentuk mereka menjadi seorang yang penuh dengan keimanan. Seorang
istri yang memiliki
kecerdasan, pastinya akan menjadi
teman bicara dan bercurah hati yang sangat menyenangkan bagi suami. Pun ibadahnya yang terjaga, akan
menjadikan suami
bertambah sayang serta termotivasi
untuk saling meningkatkan kualitas diri.
Masalahnya sekarang adalah pada
keterampilan diri masing-masing wanita untuk memanajemen seluruh aktivitasnya. Sehingga tak lagi ada
alasan 'tak ada waktu'
atau 'tidak sempat'. Tidak ada
seorang ibu dan istri yang sempurna, namun kita semua bisa berusaha untuk mengoptimalkan tenaga yang ada,
untuk tetap
menjadikan diri ini 'berseri' tak
hanya dari luarnya saja.
Saya mengenal seorang ibu muda yang
telah memiliki empat orang anak. Usianya sendiri mungkin sekitar tiga puluhan. Ia seorang penulis
yang cukup produktif, dan
bahkan baru-baru ini telah mengeluarkan
lagi buku terbarunya. Saya langsung tertarik untuk bertanya mengenai kiat-kiatnya dalam
meluangkan waktu untuk
menulis, sedangkan tiga orang anaknya
telah sekolah. Saya membayangkan, betapa repotnya ia harus membagi waktunya untuk mereka. Salah
satu kiat yang saya
dapatkan adalah, menulis di waktu
pagi hari sekitar pukul delapan hingga sebelas siang. Saat itu, ketiga anaknya sedang berada di sekolah,
dan suami berada di
kantor, hingga ia punya cukup waktu
untuk menyicil menyelesaikan naskah. Wah, kalau begitu, tak ada 'istirahat pagi' atau 'tidur siang'
dong?! Begitu pikir saya
seketika. Namun jawabnya, "Sambil
menunggu mereka pulang, waktu yang ada musti dimanfaatkan sebaik-baiknya."
Berusaha menjadi mandiri untuk
memenuhi kebutuhan pribadi, memang tak salah. Apalagi bila diri kita sanggup untuk membagi waktu
sedemikian rupa hingga tak ada
prioritas yang dikorbankan.
Kemudian bila hari telah siang dan
kesemua anak telah berkumpul, sempatkan diri untuk menyebarkan perhatian dan kasih sayang itu kepada
mereka. Yang kecil
mungkin akan tertidur hingga sore
tiba, dan mereka yang sudah sibuk dengan urusan sekolah dapat berkumpul bersama bunda-nya,
menceritakan kejadian-
kejadian apa yang dialami di sekolah,
sampai urusan menyelesaikan pekerjaan rumah.
Ketika tiba waktu sore, kita bisa
membebaskan mereka untuk bermain sebentar, dan mengajak adiknya yang kecil bersama bila memungkinkan,
sementara kita
menyiapkan diri untuk memasak makan
malam dan menyambut suami. Bersihkan dan percantik diri, itu penting. Dengan tubuh yang segar,
keletihan yang mungkin
sudah menyerang sejak siang
setidaknya bisa terobati sedikit. Bersantai sejenak sambil membaca buku, bisa juga dijadikan pilihan
aktivitas untuk rehat.
Menjelang maghrib, ajak anak-anak
untuk berkumpul sambil membaca doa-doa harian. Mungkin mereka juga akan sangat senang bila sang
bunda berkenan
membacakan cerita-cerita perjuangan
para Nabi dan Sahabat, atau cerita penuh hikmah lainnya. Tentu hal ini pun bisa dilakukan
menjelang mereka tidur. Bercerita
atau mendongeng adalah salah satu
bentuk komunikasi dan pembelajaran efektif untuk anak.
Dan ketika suami telah pulang,
alangkah indahnya bila seluruh anggota keluarga dapat menunaikan shalat berjamaah, dilanjutkan dengan
makan malam bersama.
Sungguh, tak mudah menjadi seorang
istri dan ibu, dan rasanya mustahil untuk mewujudkan mimpi menjadi 'super mom' atau 'super wife'.
Sekian aktivitas yang
dipaparkan di atas tentunya akan
menemui berbagai kendala, sesuai dengan kondisi masing-masing yang berbeda. Tetapi, tetap optimis dan
berusaha untuk melakukan
yang terbaik, juga suatu hal yang
patut diperjuangkan. Bukankah kesibukan di rumah adalah salah satu bentuk jihad bagi kaum wanita?
Maka, bersemangatlah! Jangan jadikan
peran mulia ini sebagai momen di mana kita biarkan degradasi keimanan menjadi godaan. Sambil
menunggunya (mereka)
pulang, tetapkan hati kita untuk
tetap bisa meningkatkan kualitas diri!
Ditulis Oleh : Takerubun
Anda sedang membaca artikel tentang Ibu dan Waktu. Oleh MTakerubun, Blogger asal Evav Maluku Tenggara. Semoga artikel ini bermanfaat. Anda diperbolehkan mengcopy paste atau menyebar-luaskan artikel ini tapi jangan lupa untuk meletakkan link dibawah ini sebagai sumbernya