SELAMAT BERKUNJUNG DI MTAKERUBUN'BLOG | SEMOGA BERMANFAAT | TERIMA KASIH

Rabu, 11 Juli 2012

Di hatiku hanya ada Engkau


Saya masih ingat ketika anak saya, Ammar, yang waktu itu berusia 3 th, bertanya  kepada umminya di saat menjelang tidurnya. "Ummi, cicak itu terbuat dari apa ya,
yang membuat siapa?" tanyanya sambil memandangi cicak yang sedang asyik  menunggu mangsanya di dinding kamar, rumah (kalau boleh dibilang rumah)
kontrakan kami di sebuah lorong di kawasan Jl. Angkatan 45 Palembang. Saya lupa  bagaimana isteri saya waktu itu menjelaskannya, namun yang masih menjadi
renungan saya, di dalam benak makhluk yang masih fitrah itu, adakah dzon-dzon  terhadap hakekat dari apa dan kenapa ia ada dan diciptakan? Sebuah pertanyaan
yang mungkin tidak relevan kalo ditujukan untuk anak seusia 3 tahun tentunya.  

Saya juga masih ingat ketika (kalo boleh saya bernostalgia) saya memberikan dua  lembar "surat cinta" pertama saya ke istri ketika akad nikah baru saja kami lewati (5
tahun yang lalu), yang masih tersimpan rapi dalam dokumen kami. Ada kata-kata  yang kalo saya ingat kembali, ternyata sampai saat ini saya masih harus belajar
untuk memaknainya. Kata-kata itu kurang lebih begini, "...Isteriku, semoga Allah  menyatukan cinta kita dan menjadikan pernikahan ini sebagai jalan untuk meraih
ridho dan cinta-Nya. Cinta yang tidak akan pernah memberikan penyesalan sebelum  maupun sesudahnya" Terlalu romantis memang.  

Saudaraku,...  

Dari dua penggalan memori saya itu, saya ingin mencoba mengajak (diri saya sendiri  dan) kita untuk kembali memaknai keberadaan diri kita ini. Allah telah menciptakan
kita dalam keadaan 'fi ahsani taqwim' sebaik-baik bentuk, baik hardware (jasad kita)  maupun software (ruh dan akal kita). Kita dibekali akal untuk memikirkan dan
merenungkan segala hal, sekaligus diberikan hati sebagai sarana mengungkapkan  cita dan rasa kita, di luar bentuk fisik kita yang memang merupakan 'konfigurasi'
yang sempurna ini.  

Kenapa saya mengawali dengan memori tentang pertanyaan anak saya itu? Tidak  lain adalah untuk mengingatkan hakekat diri kita yang dari tanah ini (tapi kita bukan
cicak lho), sesuatu yang sehari-hari kita injak. Ketika saya merasa 'lebih' dibanding  orang lain ataupun sekedar menganggap orang lain 'tidak lebih benar' dari saya,
maka saya akan bersegera untuk memandang tanah di bawah saya. Kenapa? Karena  saya berasal dari tanah, orang lain juga dari tanah, terus kenapa saya harus merasa
'lebih'? Saudaraku,... yang akan Allah lihat adalah kualitas hati kita, sejauh mana  kita hiasi dengan ketaqwaan. Ingatlah, Allah mengilhami jiwa kita dengan
kecenderungan kepada perbuatan fujur (dosa) dan juga kecenderungan kepada  perbuatan taqwa (baik). Dalam ayat ini kecenderungan untuk fujur didahulukan
dibanding kecenderungan untuk taqwa, ini mengandung arti betapa untuk berbuat  fujur (dosa) itu bagi jiwa kita akan lebih mudah jika dibandingkan ketika kita akan
baik (ketaqwaan). Karenanya Rasulullah mengajarkan doa untuk kita "Allahumma  yaa muqolibal qulub, tsabit qolbi 'ala diinika wa 'ala tho'atika"  

Kemudian berkenaan dengan memori kedua saya, saya hanya ingin mengingatkan  bahwa memang hati kita cuma satu, tidak mungkin kita isi dengan lebih dari satu
cinta. Ketika kadang harus pulang malam karena kegiatan saya (saya kadang bawa  kunci sendiri), tidak jarang saya menjumpai isteri dan anak-anak tidur berpencaran.
Kadang Istri dengan si kecil Zahra (2 tahun) di kamar, Ammar tertidur sendirian di  lantai depan kamar beralas tikar. Di saat 'membenahi' tidur mereka itulah
kesempatan bagi saya memaknai cinta ini. Sambil memandangi wajah-wajah kecil

bermanfaat bagi kita.



polos itu (dan umminya yang tercantik di dunia itu, jieee :-)) saya mencoba  mengingat, apakah sesuatu yang telah saya tulis 5 tahun lalu masih mampu saya
maknai.  

Betapa kadang karena kecintaan saya kepada anak-anak dan isteri, membuat saya  lebih mementingkan mengantar mereka membeli susu dulu sepulang kerja sehingga
membuat sholat Maghrib saya tertunda menjelang Isya' (Astaghfirullah), atau ketika  malam anak-anak menangis minta dibuatkan susu atau hanya sekedar minta diantar
pipis ke belakang, saya segera bangun memenuhi keinginan mereka, tapi ketika  beberapa saat kemudian adzan Subuh memanggil, berat sekali diri ini untuk segera
memenuhinya. Dimanakah cinta yang katanya 5 tahun yang lalu akan saya tuju?  

Sederhana memang cara berpikir saya ini, namun sekali lagi disinilah saya kembali  mencoba meraih kembali 'semangat' yang telah saya canangkan dulu, bahwa apa
yang telah dan akan saya lakukan adalah semata-mata untuk menuju kepada Ridho  dan Cinta Allah. So, DI HATIKU HANYA ADA ENGKAU, Ya Allah. Sekarang pun masih
ada Engkau. Aku berjanji kepada-Mu, dan memang aku pun telah terikat 'perjanjian'  dengan engkau ketika Engkau bertanya 'Bukankah aku ini Rabbmu?' Ya. Engkaulah
Rabbku, Kekasihku.  

Semoga perasaan ini masih tetap akan terjaga sampai aku menghadap-Mu kelak. Ya  Allah, bantulah diri ini menjadikan cinta kepada anak dan isteriku sebagai wahana
meraih cinta-MU. Bantu aku ya Allah...  

Semoga bermanfaat bagi yang pembaca semua. Mari kita suburkan wacana saling  menasehati, bukan wacana saling menjegal atau mencela yang tidak banyak

Ditulis Oleh : Takerubun

Christian angkouw Anda sedang membaca artikel tentang Di hatiku hanya ada Engkau. Oleh MTakerubun, Blogger asal Evav Maluku Tenggara. Semoga artikel ini bermanfaat. Anda diperbolehkan mengcopy paste atau menyebar-luaskan artikel ini tapi jangan lupa untuk meletakkan link dibawah ini sebagai sumbernya

:: MTakerubun ! ::

Comments
0 Comments