Entah berapa malam minggu yang telah kita lalui kanda
Sendu mataku menghitung detik-detik kebersamaan kita
Sendu mataku menghitung detik-detik kebersamaan kita
Rinduku pun seakan bertumpuk di langit hati
Tampak indah memang kerlipnya… ramai… sumringah…
Tampak indah memang kerlipnya… ramai… sumringah…
Tapi sejak awal kita bertemu, selalu suasana itu saja
yang kita lalui…kerlip indah di malam hari.
Sungguh, tak sekalipun kau ajak aku menatap siang
Tak sekalipun kau kenalkan aku bersama hangatnya mentari
Sungguh, tak sekalipun kau ajak aku menatap siang
Tak sekalipun kau kenalkan aku bersama hangatnya mentari
Tak sekalipun aku bisa melihat jelas jalan yang ada di
depan kita…
Walaupun hanya satu meter saja…
Walaupun hanya satu meter saja…
Setiap kali kubertanya tentang siang…tentang mentari…
Kau selalu mengalihkan perhatianku untuk tetap mendongakkan kepala ke atas langit malam
Kau selalu mengalihkan perhatianku untuk tetap mendongakkan kepala ke atas langit malam
Dan Kau pun berkata:
“Dinda, coba kau lihat di sebelah sana,
bintang itu indah kan? Itu adalah rinduku padamu…
Coba kau lihat lagi bintang yang ada di sana, itu adalah kesetiaanku padamu
Lagi, sebelah barat daya, kau lihat bintang itu kan? Itu adalah perhatianku padamu
Semua bintang yang ada di langit malam ini, adalah wujud cintaku padamu, percayalah dinda…”
Coba kau lihat lagi bintang yang ada di sana, itu adalah kesetiaanku padamu
Lagi, sebelah barat daya, kau lihat bintang itu kan? Itu adalah perhatianku padamu
Semua bintang yang ada di langit malam ini, adalah wujud cintaku padamu, percayalah dinda…”
Duhai kanda, sungguh dari dulu kalimat itu saja yang kau
ulang-ulang…
Ku akui perasaanku pun jadi membumbung tinggi…
Puisimu sungguh indah…
Perhatianmu pun sungguh menggugah…
Perhatianmu pun sungguh menggugah…
Mungkin kau benar, tentang bintang itu, kerlipnya
menawan, memikat hati…
Tapi aku tak sepakat jika kau katakan semua itu adalah CINTA…
Karena setelah aku sadari, ternyata…sejak kita pertama
kali bertemu…
Ahh, aku sendiri pun lupa kapan kita pertama kali bertemu…
Setahun yang lalu kah? Dua tahun yang lalu? Tiga tahun lalu?
Arrghht, aku lupa!!
Yang hanya aku ingat adalah sejak pertama kali kita
bertemu,
kau hanya memintaku untuk mendongakkan kepala menatap bintang-bintang di malam hari
kau hanya memintaku untuk mendongakkan kepala menatap bintang-bintang di malam hari
Duhai kanda, sadarkah engkau? Bahwa sejak kita bertemu
itu,
kita hanya berdiri mematung menatap bintang-bintang yang kau gemari itu…
kita hanya berdiri mematung menatap bintang-bintang yang kau gemari itu…
Tak sedikit pun kaki kita melangkah…
Ya, kini aku mulai paham,
Karena dari dulu hingga sekarang, kau hanya berani mengajakku bermain di malam kelam…
Karena dari dulu hingga sekarang, kau hanya berani mengajakku bermain di malam kelam…
Maka, runtuhlah langit hati ini…
Ketika aku ngotot bertanya tentang siang…tentang mentari…
Ketika aku ngotot bertanya tentang siang…tentang mentari…
Karena, dengan santainya kau berkata:
“Terima kasih, atas malam-malam yang kau
berikan padaku selama ini, kau pun tentu telah menikmati bintang-bintangku
bukan? Namun, jika kau tanya siang…jika kau tanya mentari..? Aku akan
menjelaskannya…tapi bukan padamu…pada yang lain…karena kau hanya untuk malamku
saja…dan tidak cocok untuk siangku”
Dan hancurlah hati berkeping-keping… (T_T)
—
“Teruntuk saudariku…sebelum ada yang terluka
begitu dalam, tanyakan pada dia sekarang juga…apakah dia akan tetap bersemangat
menceritakan ‘siangnya’…sebagaimana semangatnya bercerita tentang ‘malam’..”
Karena hati adalah hal yang paling sensitif
pada manusia, buat hati kok coba-coba!
Say no to Pacaran..!!
Ditulis Oleh : Takerubun
Anda sedang membaca artikel tentang Ketika Ku Bertanya Tentang Siang…. Oleh MTakerubun, Blogger asal Evav Maluku Tenggara. Semoga artikel ini bermanfaat. Anda diperbolehkan mengcopy paste atau menyebar-luaskan artikel ini tapi jangan lupa untuk meletakkan link dibawah ini sebagai sumbernya